Pada Selasa, 16 Oktober lalu, Prodi Magister Linguistik FIB UGM mengadakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat di Kabupaten Kulon Progo. Sasaran kegiatan ini adalah pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Kegiatan yang mengangkat topik toponimi di Kabupaten Kulon Progo ini disambut dengan baik oleh Bupati Kulon Progo, dr. Hasto Wardoyo, SP. OG.(K). beserta stafnya karena dalam perkembangan Kabupaten Kulon Progo di masa-masa mendatang, toponimi memiliki peran yang penting untuk menjaga nilai-nilai luhur masyarakat setempat.
Toponimi adalah kajian onomastik yang menyelidiki nama tempat. Toponimi dianggap isu yang krusial untuk diangkat karena masalah toponimi mengandung nilai historis, filosofis, dan estetis yang mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Permasalahan toponimi juga dianggap penting mengingat akhir-akhir ini banyak terjadi kesalahan dalam hal memaknai nama suatu tempat, nama badan usaha tertentu, dan lain sebagainya. Dampak dari kesalahan ini memang tidak dapat dilihat secara langsung. Namun, jika hal semacam ini dibiarkan begitu saja, dapat mengakibatkan hilangnya nilai-nilai yang terkandung di dalam nama tersebut.
Kabupaten Kulon Progo, sebelumnya, telah memiliki gagasan untuk menggunakan nama-nama yang tidak berunsur asing, misalnya digunakannya nama Tomira daripada Indomaret. Usaha tersebut sudah dilakukan oleh Pemkab Kulon Progo demi mengurangi masuknya unsur asing yang jika dibiarkan dapat menggerus budaya lokal. “Kabupaten Kulon Progo juga menerapkan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal ke dalam ranah pendidikan, yaitu pengimplementasian prinsip religiositas, gotong royong, pancasilais, dan budaya kemataraman sejak usia dini.”, kata Bupati Kulon Progo, dr. Hasto Wardoyo, SP. OG.(K) pada saat audiensi dengan tim dari Prodi Magister Linguistik FIB UGM. Beliau juga menambahkan, “Hal itu merupakan bentuk upaya pemerintah untuk mempertahankan budaya dan kearifan lokal.”. Di Kabupaten Kulon Progo, pengimplementasian kearifan lokal di ranah pendidikan sudah mulai diaplikasikan pada tingkat PAUD. Anak-anak yang bersekolah di tingkat PAUD dikenalkan dan dibiasakan bermain permainan tradisional dan dilatih menggunakan bahasa Jawa setiap hari. Selain itu, mereka juga diperkenalkan dengan makanan-makanan tradisional.
Dalam audiensi tersebut, Prof. I Dewa Putu Wijana, S.U, M.A, Ketua Prodi S2 Linguistik menyampaikan, “Kulon Progo merupakan kawasan yang akan terus berkembang. Dalam waktu dekat infrastruktur-infrastruktur akan dibangun sehubungan dengan adanya bandara baru. Nah, infrastruktur-insfrastruktur baru ini pasti akan diberi nama. Daripada memberi nama dengan unsur asing, lebih baik memberi nama dengan unsur lokal saja yang menggambarkan identitas warga Kulon Progo”. Pada kesempatan tersebut Prof. I Dewa Putu Wijana, S.U, M.A juga menyampaikan bahwa aturan mengenai penamaan unsur rupa bumi buatan tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada kebijakan yang tegas dan jelas mengenai itu. Masalah mengenai kebijakan ini sempat disampaikan oleh pihak perwakilan pemkab ketika survei berlangsung. Bupati Kulon Progo kemudian menanggapi hal tersebut dan akan menindaklanjuti dengan perbup yang mengatur tentang toponimi di wilayah Kulon Progo.